Selasa, 05 Juli 2011

Lafal 'Am dan Lafal Khas (part 3)



B. LAFAL KHAS
                                                                        
1.Pengertian Lafal Khas
   Disamping lafal ‘am ada juga lafal khas, yaitu perkataan atau susunan yang mengandung arti tertentu yang tidak umum.
   Sedangkan menurut istilah, lafal khas ialah lafal yang tidak meliputi menyatakannya sekalipun terhadap dua sesuatu atau beberapa hal tanpa menghendaki kepada batasan. Atau Al-khas adalah lafadh yang diciptakan untuk menunjukkan pada perseorangan tertentu, seperti Muhammad. Atau menunjukkan satu jenis, seperti lelaki. Atau menunjukkan beberapa satuan terbatas, seperti tiga belas, seratus, sebuah kaum, sebuah masyarakat, sekumpulan, sekelompok, dan lafadh-lafadh lain yang menunjukkan bilangan beberapa satuan, tetapi tidak mencakup semua satuan-satuan itu.
   Dengan demikian, yang dimaksud dengan khas ialah lafal yang tidak meliputi satu hal tertentu tetapi juga dua, atau beberapa hal tertentu tanpa kepada batasan. Artinya tidak mencakup semua, namun hanya berlaku untuk sebagian tertentu.
   Dalam Pembahasan in, ada beberapa istilah yang erat hubungannya dengan Khas , antara lain takhsis dan mukhassis.
Takhsis ialah mengeluarkan sebagian lafal yang berada dalam lingkungan umum menurut batasan yang tidak ditentukan.
Mukhassis ialah suatu dalil (alasan) yang menjadi dasar adanya pengeluaran lafal tersebut.
         Mukhassis ada 2 macam, yaitu mukhassis muttasil dan mukhassis munfasil.
a. Mukhassis muttasil
yaitu lafal yang tidak berdiri sendiri, yakni maknanya bersangkutan dengan lafal sebelumnya.
Misalnya:
Artinya:
“ Dan janganlah kamu membunuh suatu jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu yang benar.” (QS. Al-An’am : 151).

                 Susunan “ janganlah kamu membunuh suatu jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya”, itu menunjukkan umum, artinya tidak boleh membunuh siapapun. “ Melainkan dengan jalan yang benar”, yaitu Qisas atau didalam pertempuran.
b. Mukhassis Munfasil

yaitu lafal yang berdiri sendiri, terpisah dari dalil yang memberikan pengertian umum.
Misalnya :
Artinya:
“ Dan makan serta minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan.”
(QS. Al-A’raf : 31)
  Perkataan “ makanlah ….“ itu umum, yakni boleh makan apa saja yang kita kehendaki, tetapi keumuman ini telah dibatasi oleh Allah dengan firman-Nya juga, sebagai berikut;
Artinya :
“sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (makan) bagkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.” (QS. Al-baqarah : 173)

Ayat ini membatasi keumuman ayat 31 dari surat Al-A’raf dan menentukan bahwa yang haram itu hanya 4 macam makanan tersebut diatas. Pembatasan ini tidak terdapat pada satu ayat dalam surah Al-A’raf melainkan terpisah (munfasil).

Yang termasuk mukhassis munfasil ialah :
  • Ayat Al-Quran ditakhsis oleh ayat Al-Quran
  • Hadis ditakhsis oleh ayat Al-Quran
  • Ayat Al-Quran ditakhsis oleh hadis
  • Hadis ditakhsis oleh Hadis.

1.Menakhsis Al-Quran dengan Al-Quran :
Seperti firman Allah Swt:
                Artinya :
                “ Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.” (QS. Al-baqarah : 228)

                 Ayat ini memberikan pengertian umum, yaitu meliputi semua wanita yang dicerai, tetapi wanita-wanita yang sedang hamil ditakhsis oleh ayat lain sebagai berikut:
                  Artinya:
                  “Wanita-wanita yang hamil, waktu iddahnya ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. At-Talaq : 4)

2. Menakhsis Al-Alquran dengan Hadis :
            Seperti firman Allah SWT.
Artinya :
”Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai).” (Al-Maidah:38).
Dalam ayat di atas tidak disebutkan batasan nilai barang yang dicuri. Kemudian ayat di atas ditakhshish oleh sabda Nabi SAW:
“Tidak ada hukuman potong tangan di dalam pencurian yang nilai barang yang dicurinya kurang dari seperempat dinar”. (H.R. Al-Jama’ah).
Dari ayat dan hadits di atas, jelaslah bahwa apabila nilai barang yang dicuri kurang dari seperempat dinar, maka si pencuri tidak dijatuhi hukuman potong tangan.
3. Menakhsis Hadis dengan Al-Quran
            Seperti sabda Nabi:

Artinya :
“Allah tidak akan menerima shalat seseorang dari kamu apabila berhadas sehingga berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

               Hadis ini memberikan pengertian umum, untuk tidak adzur dalam berwudhu, maupun yang udzur, baik dalam perjalanan maupun dalam keadaan sakit.
Kemudian keumuman hadis tersebut ditakhsis dengan firman Allah SWT.  Sebagai berikut.
“ Dan jika sakit atau dalam perjalanan atau datang dari tempat orang buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi maha pengampun.” (QS. An-Nisa’ : 43)

                  Menurut hadis tersebut diatas, dalam keadaan bagaimana juga, sahnya salat harus dengan wudhu, artinya bersuci dengan air dan ketentuan ini berlaku untuk seluruh orang yang akan menunaikan salat. Kemudian hadis tersebut ditakhsis dengan Al-Quran, Ayat 43 Surah An-Nisa’ yang membolehkan tayamum bila dalam keadaan tidak mendapat air.

4. Menakhsis Hadis dengan Hadis
Dalam Hadis Bukhari Muslim, Nabi Muhammad SAW. Bersabda;
Artinya:
“Semua tumbuh-tumbuhan yang disirami oleh air hujan, zakatnya sepersepuluh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

                Hadis ini memberikan pengertian umum, tetapi kemudian ditakhsis dengan hadis lain yang berbunyi sebagai berikut;
Artinya;
“Bagi tanam-tanaman yang kurang dari lima wasaq (± 1000 kg), tidak dikenakan zakat.” (HR.Bukhari dan Muslim)

5. Menakhsiskan Al-Quran dengan Ijma’
            Seperti firman Allah SWT. Sebagai berikut;
Artinya;
“ jika dipanggil untuk salat pada hari jumat, maka bersegerahlah kamu untuk mengingat Allah (salat Jumat) dan tinggalkanlah semua jual beli.”
 (QS. Al-Jumuah : 9 )

Ayat ini berlaku untuk siapapun juga, artinya semua manusia terkena kewajiban salat jumat. Tetapi para ulama telah sepakat (Ijma’) bahwa orang-orang perempuan dan budak-budak tidak berkewajiban salat jumat. Jadi, kumuman ayat tersebut ditakhsis dengan Ijma’ , artinya ini membatasi berlakunya kewajiban salat jumat hanya kepada laki-laki dan orang merdeka.

6. Menakhsis dengan Qiyas
            Yang dimaksud disini ialah menakhsis Al-Quran atau hadis yang menunjukkan pengertian umum, dengan qiyas atau membatasi keumuman itu.
Artinya ;
“ Orang-orang perempuan yang berzina dan orang laki-laki yang berzina, maka deralah masing-masing dari keduanya seratus kali.” (QS. An-Nur : 2)

Ayat ini berlaku untuk umum, meliputi orang-orang yang merdeka dan budak. Selanjutnya bagi budak perempuan kita dapati ayat Al-Quran yang menentukan hukuman mereka, yaitu separuh dari apa yang berlaku bagi perempuan merdeka. Sebagaimana firman Allah SWT.;
Artinya ;
“ Apabila mereka (budak perempuan) melakukan zina, maka kepada mereka (dikenakan siksa) separuh dari siksa perempuan yang merdeka.” (QS. An-Nisa’ : 25)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar