B. LAFAL KHAS
1.Pengertian Lafal Khas
Disamping lafal ‘am ada juga lafal khas,
yaitu perkataan atau susunan yang mengandung arti tertentu yang tidak umum.
Sedangkan menurut istilah, lafal khas
ialah lafal yang tidak meliputi menyatakannya sekalipun terhadap dua sesuatu
atau beberapa hal tanpa menghendaki kepada batasan. Atau Al-khas adalah lafadh yang diciptakan untuk
menunjukkan pada perseorangan tertentu, seperti Muhammad. Atau menunjukkan satu jenis,
seperti lelaki. Atau menunjukkan beberapa satuan terbatas, seperti tiga belas,
seratus, sebuah kaum, sebuah masyarakat, sekumpulan, sekelompok, dan
lafadh-lafadh lain yang menunjukkan bilangan beberapa satuan, tetapi tidak
mencakup semua satuan-satuan itu.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan khas
ialah lafal yang tidak meliputi satu hal tertentu tetapi juga dua, atau
beberapa hal tertentu tanpa kepada batasan. Artinya tidak mencakup semua, namun
hanya berlaku untuk sebagian tertentu.
Dalam Pembahasan in, ada beberapa istilah
yang erat hubungannya dengan Khas ,
antara lain takhsis dan mukhassis.
Takhsis ialah mengeluarkan sebagian lafal
yang berada dalam lingkungan umum menurut batasan yang tidak ditentukan.
Mukhassis ialah suatu dalil (alasan) yang
menjadi dasar adanya pengeluaran lafal tersebut.
Mukhassis ada 2 macam, yaitu mukhassis
muttasil dan mukhassis munfasil.
a.
Mukhassis muttasil
yaitu lafal yang tidak berdiri sendiri, yakni maknanya
bersangkutan dengan lafal sebelumnya.
Misalnya:
Artinya:
“ Dan janganlah kamu
membunuh suatu jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan
sesuatu yang benar.” (QS. Al-An’am : 151).
Susunan “ janganlah kamu membunuh suatu jiwa yang
diharamkan Allah membunuhnya”, itu menunjukkan umum, artinya tidak boleh
membunuh siapapun. “ Melainkan dengan
jalan yang benar”, yaitu Qisas
atau didalam pertempuran.
b. Mukhassis Munfasil
yaitu lafal yang berdiri sendiri, terpisah dari dalil
yang memberikan pengertian umum.
Misalnya :
Artinya:
“ Dan makan serta minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan.”
(QS. Al-A’raf : 31)
Perkataan “
makanlah ….“ itu umum, yakni boleh makan apa saja yang kita kehendaki,
tetapi keumuman ini telah dibatasi oleh Allah dengan firman-Nya juga, sebagai
berikut;
Artinya :
“sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (makan) bagkai, darah,
daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.” (QS. Al-baqarah : 173)
Ayat ini membatasi
keumuman ayat 31 dari surat Al-A’raf
dan menentukan bahwa yang haram itu hanya 4 macam makanan tersebut diatas.
Pembatasan ini tidak terdapat pada satu ayat dalam surah Al-A’raf melainkan terpisah (munfasil).
Yang termasuk mukhassis
munfasil ialah :
- Ayat Al-Quran ditakhsis oleh ayat
Al-Quran
- Hadis ditakhsis oleh ayat Al-Quran
- Ayat Al-Quran ditakhsis oleh hadis
- Hadis ditakhsis oleh Hadis.
1.Menakhsis Al-Quran dengan
Al-Quran :
Seperti firman Allah Swt:
Artinya :
“ Wanita-wanita yang ditalak hendaklah
menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.” (QS. Al-baqarah : 228)
Ayat ini
memberikan pengertian umum, yaitu meliputi semua wanita yang dicerai, tetapi
wanita-wanita yang sedang hamil ditakhsis oleh ayat lain sebagai berikut:
Artinya:
“Wanita-wanita yang hamil, waktu iddahnya
ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS. At-Talaq : 4)
2. Menakhsis Al-Alquran dengan Hadis :
Seperti
firman Allah SWT.
Artinya :
”Laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai).” (Al-Maidah:38).
Dalam ayat di atas
tidak disebutkan batasan nilai barang yang dicuri. Kemudian ayat di atas
ditakhshish oleh sabda Nabi SAW:
“Tidak ada hukuman potong tangan di dalam pencurian yang nilai barang
yang dicurinya kurang dari seperempat dinar”. (H.R. Al-Jama’ah).
Dari ayat dan hadits di atas,
jelaslah bahwa apabila nilai barang yang dicuri kurang dari seperempat dinar,
maka si pencuri tidak dijatuhi hukuman potong tangan.
3. Menakhsis Hadis dengan Al-Quran
Seperti
sabda Nabi:
Artinya :
“Allah tidak akan menerima shalat seseorang dari kamu apabila berhadas
sehingga berwudhu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis
ini memberikan pengertian umum, untuk tidak adzur dalam berwudhu, maupun yang
udzur, baik dalam perjalanan maupun dalam keadaan sakit.
Kemudian keumuman hadis tersebut
ditakhsis dengan firman Allah SWT.
Sebagai berikut.
“ Dan jika sakit
atau dalam perjalanan atau datang dari tempat orang buang air, atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah
kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi maha pengampun.” (QS. An-Nisa’ : 43)
Menurut
hadis tersebut diatas, dalam keadaan bagaimana juga, sahnya salat harus dengan
wudhu, artinya bersuci dengan air dan ketentuan ini berlaku untuk seluruh orang
yang akan menunaikan salat. Kemudian hadis tersebut ditakhsis dengan Al-Quran,
Ayat 43 Surah An-Nisa’ yang
membolehkan tayamum bila dalam keadaan tidak mendapat air.
4. Menakhsis Hadis dengan Hadis
Dalam Hadis Bukhari Muslim, Nabi
Muhammad SAW. Bersabda;
Artinya:
“Semua tumbuh-tumbuhan yang disirami oleh air hujan, zakatnya
sepersepuluh.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis
ini memberikan pengertian umum, tetapi kemudian ditakhsis dengan hadis lain
yang berbunyi sebagai berikut;
Artinya;
“Bagi tanam-tanaman yang kurang dari lima wasaq (± 1000 kg), tidak
dikenakan zakat.”
(HR.Bukhari dan Muslim)
5. Menakhsiskan Al-Quran dengan Ijma’
Seperti
firman Allah SWT. Sebagai berikut;
Artinya;
“ jika dipanggil untuk salat pada hari jumat, maka bersegerahlah kamu
untuk mengingat Allah (salat Jumat) dan tinggalkanlah semua jual beli.”
(QS. Al-Jumuah : 9 )
Ayat ini berlaku untuk
siapapun juga, artinya semua manusia terkena kewajiban salat jumat. Tetapi para
ulama telah sepakat (Ijma’) bahwa
orang-orang perempuan dan budak-budak tidak berkewajiban salat jumat. Jadi,
kumuman ayat tersebut ditakhsis dengan Ijma’
, artinya ini membatasi berlakunya kewajiban salat jumat hanya kepada laki-laki
dan orang merdeka.
6. Menakhsis dengan Qiyas
Yang
dimaksud disini ialah menakhsis Al-Quran atau hadis yang menunjukkan pengertian
umum, dengan qiyas atau membatasi keumuman itu.
Artinya ;
“ Orang-orang perempuan yang berzina dan orang
laki-laki yang berzina, maka deralah masing-masing dari keduanya seratus kali.” (QS. An-Nur : 2)
Ayat ini berlaku untuk
umum, meliputi orang-orang yang merdeka dan budak. Selanjutnya bagi budak
perempuan kita dapati ayat Al-Quran yang menentukan hukuman mereka, yaitu
separuh dari apa yang berlaku bagi perempuan merdeka. Sebagaimana firman Allah
SWT.;
Artinya ;
“ Apabila mereka (budak perempuan) melakukan zina, maka kepada mereka
(dikenakan siksa) separuh dari siksa perempuan yang merdeka.” (QS. An-Nisa’ : 25)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar